Berdasarkan keyakinan itulah, maka para Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang terdiri para tokoh pejuang kemerdekaan yang tidak diragukan kualitas kecerdasan spiritualnya, kecerdasan intelektualnya dan kecerdasan sosialnya, secara musyawarah mufakat menetapkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Dasar negara yang mencerminkan faham kekeluargaan, tolong-menolong, gotong-royong dan keadilan sosial bagi sesama wakil Allah di muka bumi. Dengan faham ini, maka kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan sebagaimana ditegaskan pada Sila ke-4 dalam Pancasila.
Kalau hakekat demokrasi ekonomi mengacu pada pembuatan keputusan atau kebijakan ekonomi dengan memberi kesempatan yang sama kepada seluruh rakyat, maka Sila ke-4 Pancasila dapat dipandang sebagai unsur inti Demokrasi Ekonomi (Pancasila). Berdasarkan Sila ke-4 ini, seluruh rakyat diberi kesempatan untuk ikut dalam proses membuat keputusan dalam mengelola sumberdaya ekonomi dalam forum permusyawaratan untuk mencapai konsensus permufakatan, sebagaimana halnya koperasi dalam menyelenggarakan rapat anggota.
Pada Rapat Besar BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin menegaskan bahwa dasar permusyawaratan itu memberi kemajuan kepada umat yang hidup dalam negara, karena tiga hal. Pertama, dengan dasar permusyawaratan itu manusia memperhalus perjuangannya dan bekerja atas jalan ke-Tuhan-an dengan membuka pikiran dalam permusyawaratan sesama manusia. Kedua, oleh permusyawaratan maka negara tidak dipikul oleh seorang manusia atau pikiran yang berputar dalam otak sebuah kepala, melainkan dipangku oleh segala golongan, sehingga negara tidak berpusing di sekeliling seorang insan, melainkan sama-sama membentuk negara sebagai suatu batang tubuh yang satu-satu sel mengerjakan kewajiban atas permufakatan yang menimbulkan perlainan atau pembedaan kerja untuk kesempurnaan seluruh badan. Ketiga, permusyawaratan mengecilkan atau menghilangkan kekhilafan pendirian atau kelakuan orang seorang, sehingga permusyawaratan membawa negara kepada tindakan yang betul dan menghilangkan segala kesesatan.
Dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 tersebut di atas ditegaskan bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Dalam hal ini koperasi dapat diterjemahkan sebagai konsep makro maupun mikro. Dalam konsep makro, spirit koperasi seharusnya dijadikan dasar untuk membangun sinergi para pelaku ekonomi bangsa, baik yang berbentuk lembaga koperasi, BUMN, maupun swasta. Dalam konsep mikro, koperasi seharusnya mampu mensinergikan segenap potensi ekonomi para anggotanya, sehingga memiliki kekuatan daya hidup untuk mensejahterakan anggota dan peduli terhadap lingkungannya.
Sebagaimana yang diyakini oleh para pegiat koperasi di Jepang, jika koperasi kalah bersaing dengan swasta, artinya masih ada persoalan dalam mamajemen koperasi. Oleh karena itu mereka terus menerus berusaha memperbaiki sistem manajemennya agar mampu beradaptasi dan mengembangkan inovasi untuk memenangkan persaingan global. Oleh negaranya koperasi diberi kepercayaan untuk mengelola sumberdaya ekonomi yang menguasai hajat orang banyak seperti sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, sektor asuransi dan keuangan. Begitu juga yang dilakukan oleh Korea Selatan maupun negara lain yang menyakini koperasi mampu mengembangkan demokrasi ekonomi dan berkembang dalam skala besar di tingkat global.
Bagi Indonesia koperasi memang tidak diharapkan mampu terbang tinggi bagaikan seekor elang yang mampu memangsa ikan di tengah lautan. Koperasi Indonesia diharapkan seperti lebah yang bersayap kecil, tetapi mampu menghasilkan madu yang menyehatkan kehidupan rakyat Indoesia. Untuk itu yang lebih diperlukan adalah pendidikan yang terus menerus tidak hanya bagi para penyelenggara pemerintahan tetapi juga bagi seluruh rakyat tentang jati diri bangsa dan pentingnya amanah konstitusi untuk menegakkan demokrasi ekonomi untuk menjamin keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Konsep Demokrasi Ekonomi
Konsep demokrasi sebenarnya telah diagungkan oleh almarhum Mohammad Hatta lebih dari setangah abad yang lalu. Pendekar demokrasi ekonomi itulah yang merumuskan konsep demokrasi ekonomi ke dalam UUD 1945 (pada penjelasan pasal 33 UUD 1945). Buah pikirannya yang termaktub dalam penjelasan itu berbunyi, “Produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”.
Falsafah dalam demokrasi ekonomi meliputi pengertian bahwa kegiatan ekonomi dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dengan demikian, konsep demokrasi ekonomi sangat relevan dengan gerakan ekonomi kerakyatan
Misi Demokrasi Ekonomi
Misi kerakyatan berarti pembangunan ekonomi nasional harus benar–benar mendorong sekaligus menampung aspirasi dan untuk kepentingan rakyat banyak. Pengusaha kecil menengah dan koperasi dan Baitul Mal wat Tanwil (BMT) yang merupakan bagian terbesar dalam perekonomian nasional (99,08%), harus diberikan peluang dan yang lebih besar agar menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Dengan kata lain, rakyat banyak menjadi pemilik, pengola dan pengguna utama kekayaan dan aset ekonomi nasional. Karena itu, adalah adil jika rakyat Indonesia saat ini melalui koperasi mendapatkan kesempatan untuk mengelola dan memiliki perkebunan dan hutan-hutan. Dalam konteks ini kita amat mendukung kebijakan Zarkasih Nur yang ingin mengalokasikan dana 10 kali lebih besar dari angka kucuran dana Adi Sasono, yakni mencapai 100 triliun.
Kalau selama ini banyak sekali konglomerat yang memiliki jutaan hektare sawit dan hutan, maka di masa depan hal itu tidak boleh terjadi lagi. Rakyat kecillah yang diberi kesempatan luas untuk mengusai aset negara tersebut, tentunya dengan dukugan permodalan dan manajemen sumber daya manusia. Maka, penempatan Nurmahmudi Ismail sebagai Menteri Kehutanan sangat tepat, mengingat beliau adalah orang amanah dan bervisi ekonomi Islam yang koncern ada keadilan.
Selanjutnya, dalam pasal 4 TAP MPR XVI/1998 dinyatakan bahwa misi kemandirian berarti bahwa pembangunan perkeonomian bangsa harus bertumpu dan ditopang oleh kekuatan sumber daya internal yang dikelola dalam satu sistem ekonomi rakyat, sehingga pembangunan nasional tidak lagi tergantung pada kekuatan-kekuatan ekonomi di luar ekonomi rakyat itu sendiri.
Sedangkan misi kemartabatan berarti kedaulatan ekonomi rakyat harus tetap dihormati, bukan karena rasa kasihan namun rasa benar-benar ditempatkan sebagai pelaku dunia usaha yang unggul dan ditempatkan pada jalur utama dalam seluruh kehidupan ekonomi nasional.